Pemadaman Telekomunikasi Gaza Membungkam Liputan Jurnalis

Sebagian besar jurnalis di Gaza kini mengandalkan metode penggunaan e-SIM untuk tetap melanjutkan liputan mereka. Namun, metode ini hanya dapat berfungsi jika mereka berada di lokasi tinggi, seperti atap menara atau gedung-gedung bertingkat. Situasi ini menimbulkan bahaya besar, sebab bangunan-bangunan tinggi menjadi sasaran serangan militer Israel, sehingga membatasi ruang aman bagi jurnalis maupun warga sipil. Akibat pemboman mematikan yang terus-menerus dilakukan Israel terhadap infrastruktur Kota Gaza, hampir satu juta warga Palestina kehilangan akses total terhadap internet dan telekomunikasi. Laporan Euro-Med Human Rights Monitor (Euromed) menyebutkan bahwa kondisi ini telah mengisolasi sekitar 800.000 penduduk dari dunia luar. “Hal itu membungkam suara mereka seiring meningkatnya serangan Israel," kata lembaga tersebut dalam peringatannya. Pemutusan komunikasi ini terjadi pada Rabu (17/9/2025), bertepatan dengan masuknya kendaraan militer Israel ke wilayah barat laut Kota Gaza. Meskipun sebagian jaringan di area Rumah Sakit Baptis telah dipulihkan, mayoritas wilayah kota tetap terputus dari layanan komunikasi. Warga yang masih bertahan menggambarkan kondisi tersebut sebagai tahap terburuk dari genosida yang berlangsung di Gaza. Serangan terbaru Israel, yang sudah berlangsung lebih dari sebulan, dipandang sebagai bagian dari rencana pendudukan wilayah Gaza secara penuh. Sejak awal kampanye militer pada 11 Agustus, tercatat 3.542 orang meninggal dunia, lebih dari 44 persen di antaranya berasal dari “zona aman” yang ditetapkan Israel, menurut Kantor Media Pemerintah di Gaza. Kondisi ini semakin kompleks dengan kepadatan penduduk di wilayah selatan, sehingga sebagian warga tetap memilih bertahan di utara meski menghadapi risiko serangan. Badan investigasi tertinggi PBB untuk Palestina dan Israel pada Selasa sebelumnya menyatakan bahwa Israel bersalah atas kejahatan genosida di Gaza. Pernyataan tersebut menjadi yang paling otoritatif hingga saat ini. Data resmi mencatat lebih dari 65.141 warga Palestina telah tewas sejak Israel memulai kampanye militer lebih dari 23 bulan lalu. Euromed juga menegaskan bahwa “pengeboman tanpa henti, runtuhnya gedung-gedung tinggi, dan hancurnya infrastruktur internet telah membuat Kota Gaza mati total.” Dengan komunikasi terputus, liputan media menjadi terbatas. Bahkan penggunaan e-SIM oleh jurnalis hanya memberi peluang kecil untuk tetap terhubung, karena akses sinyal hanya mungkin diperoleh dari titik-titik berbahaya di ketinggian. Tindakan pemadaman telekomunikasi bukanlah yang pertama kali dilakukan Israel. Sejak Oktober 2023, setidaknya 12 kali terjadi pemutusan total jaringan di Gaza. Pada Juni lalu, serangan terhadap jalur serat optik utama terakhir membuat lebih dari dua juta penduduk terisolasi berhari-hari. Infrastruktur penting, termasuk bangunan dan tempat perlindungan, menjadi target serangan berulang selama lebih dari 700 hari konflik. Selain itu, penggunaan robot peledak juga memperburuk situasi. Antara 13 Agustus hingga 3 September, sedikitnya 100 robot dikerahkan di daerah padat penduduk. Ledakan yang dihasilkan menimbulkan guncangan hebat hingga terdengar ke Israel tengah. Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa sekitar 300 unit hunian hancur setiap hari akibat ledakan-ledakan tersebut. (aid/quds)