Israel Percepat Pengosongan Yerusalem Timur, Warga Dipaksa Hancurkan Rumah Sendiri
21 Oct 2025
0 Suka

Kebijakan penghancuran rumah warga Palestina di Yerusalem Timur kembali memunculkan sorotan tajam terhadap strategi pendudukan Israel.
Menurut laporan Pusat Informasi Palestina, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya sistematis untuk mengosongkan kawasan timur Yerusalem dari penduduk Palestina dan mencaplok wilayah tersebut ke dalam jaringan permukiman Yahudi.
Langkah ini disebut sebagai strategi memperdalam isolasi Yerusalem dari Tepi Barat dan memutus kesinambungan geografis wilayah Palestina.
Tragedi terbaru terjadi pada Selasa (21/10/2025) di kota At-Tur, Yerusalem Timur. Pasukan pendudukan Israel memaksa seorang warga, Nasser Yousef Abu Ramila, untuk menghancurkan rumahnya sendiri dengan alasan bangunan tersebut tidak memiliki izin.
Keputusan pahit ini diambil setelah otoritas Israel mengancam akan menjatuhkan denda besar bila pembongkaran dilakukan oleh petugas mereka.
Sumber-sumber lokal melaporkan, keluarga Abu Ramila akhirnya menuruti perintah itu. Dengan tangan sendiri, mereka merobohkan rumah yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Anak-anak keluarga tersebut terlihat menangis menyaksikan puing-puing yang dulunya menjadi tempat penuh kenangan, sementara aparat Israel berjaga di sekitar lokasi.
Fenomena warga Palestina dipaksa menghancurkan rumah mereka sendiri bukanlah kasus baru.
Dalam banyak kejadian, pemerintah pendudukan menolak memberikan izin mendirikan bangunan kepada warga Palestina, namun di sisi lain memperluas permukiman ilegal Yahudi di wilayah yang sama.
Kondisi ini memperlihatkan kebijakan diskriminatif yang memaksa penduduk Palestina hidup tanpa kepastian hukum atas tanah mereka sendiri.
Menurut laporan tersebut, penghancuran rumah bukan sekadar tindakan administratif, melainkan bagian dari proyek Yahudisasi Yerusalem.
Melalui dalih hukum perizinan, Israel mengubah wajah dan struktur demografis kota, mengikis identitas Arab-Palestina yang telah berakar selama berabad-abad.
Seorang aktivis lokal menggambarkan kebijakan ini sebagai “pembunuhan perlahan terhadap kehidupan masyarakat Yerusalem.”
Ia menjelaskan bahwa penghancuran rumah bukan hanya menghilangkan tempat tinggal, tetapi juga menghancurkan struktur sosial, ekonomi, dan psikologis keluarga yang terdampak. Banyak di antara mereka kehilangan pekerjaan, akses pendidikan, dan jaringan sosial setelah rumahnya diratakan.
Data menunjukkan bahwa sejak awal 2025, pasukan Israel telah menghancurkan ratusan rumah dan fasilitas di Tepi Barat, termasuk di Yerusalem Timur.
Ribuan warga Palestina terpaksa mengungsi tanpa tempat tujuan yang pasti. Kebijakan tersebut memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah yang telah lama dikepung blokade dan pembatasan gerak.
Laju penghancuran meningkat pesat sejak pecahnya perang di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Dalam situasi itu, Israel mempercepat penguasaan lahan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur melalui operasi militer serta penghancuran yang diklaim sebagai tindakan hukuman.
Laporan-laporan kemanusiaan menegaskan bahwa tindakan ini berpotensi melanggar hukum internasional dan memperdalam penderitaan warga sipil Palestina yang hidup di bawah tekanan pendudukan yang berkepanjangan. (nun/avi)