Di Tengah Harapan Baru Gaza, Israel Masih Batasi Masuknya Bantuan Kemanusiaan
14 Oct 2025
0 Suka

Harapan baru mulai menyelimuti Jalur Gaza setelah dua tahun perang yang menelan ratusan ribu korban sipil dan meninggalkan kehancuran besar. Sejak Minggu (13/10/2025), sekitar 170 truk bantuan kemanusiaan dilaporkan berhasil memasuki wilayah tersebut.
Arus bantuan ini menjadi sinyal awal dari berlakunya gencatan senjata yang disepakati melalui mediasi regional dan internasional. Namun di balik kabar menggembirakan itu, hambatan besar masih membayangi proses distribusi bantuan bagi jutaan warga yang terlantar.
Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa kendala utama dalam distribusi bantuan terletak pada kontrol penuh Israel terhadap jalur masuk dan jenis bantuan yang diizinkan.
Penyeberangan Kerem Shalom, satu-satunya titik utama bagi logistik kemanusiaan ke Gaza, berada di bawah pengawasan ketat otoritas pendudukan. Setiap truk yang melintas, menurut UNRWA, harus melalui proses pemeriksaan menyeluruh yang memperlambat penyaluran bantuan mendesak bagi warga sipil.
“Sebanyak 6.000 truk bantuan kini menumpuk di gerbang perbatasan Jalur Gaza, dan negosiasi masih berlangsung agar mereka diizinkan masuk,” ungkap UNRWA dilansir Anadolu Agency.
Lembaga ini juga menegaskan bahwa meskipun kondisi di lapangan masih sangat berisiko, mereka tetap menjadi satu-satunya entitas yang memiliki infrastruktur logistik memadai di Gaza.
“Kami adalah satu-satunya organisasi yang memiliki gudang di Gaza dan mampu mendistribusikan bantuan secara terorganisir dan transparan,” tegas UNRWA.
Lembaga ini mengoperasikan jaringan luas yang mencakup ribuan staf dan ratusan titik distribusi. Dengan sistem tersebut, UNRWA dapat segera mengisi kembali stok bantuan yang rusak atau hancur akibat serangan, menjaga kesinambungan aliran logistik bagi warga yang masih bertahan di tengah reruntuhan.
Sementara itu, gencatan senjata mulai berlaku pada Jumat pagi lalu. Tentara Israel mengumumkan penarikan pasukan ke Garis Kuning setelah pemerintah menyetujui perjanjian penghentian operasi militer.
Langkah ini menjadi bagian dari kesepakatan politik yang disponsori Amerika Serikat, Mesir, Qatar, dan Turki sebagai fase awal rencana perdamaian regional. Tahapan pertama mencakup penghentian serangan, pertukaran tahanan, pembukaan perbatasan, dan percepatan pengiriman bantuan kemanusiaan.
Begitu pengumuman gencatan senjata disiarkan, ribuan warga Gaza yang selama dua tahun mengungsi mulai bergerak kembali ke wilayah utara melalui Jalan Rashid dan Salah al-Din yang kini dibuka kembali.
“Kami ingin pulang, meski rumah kami mungkin sudah rata dengan tanah. Yang penting sekarang, kami tidak lagi mendengar suara pesawat dan bom,” tutur seorang pengungsi yang berjalan bersama anak-anaknya ke Kota Gaza.
Di tengah kehancuran, setiap truk yang melintas membawa makna lebih dari sekadar bantuan fisik. “Setiap karung tepung, setiap obat, dan setiap selimut yang masuk adalah simbol kehidupan bagi kami,” kata seorang relawan UNRWA di Deir al-Balah.
Ia menegaskan bahwa tugas kemanusiaan belum selesai, namun gencatan senjata ini memberi sedikit ruang untuk bernafas.
Kini, dunia menatap Gaza dengan harapan agar perjanjian damai ini tidak berhenti pada penghentian tembakan semata, tetapi menjadi awal bagi rekonstruksi kemanusiaan yang adil dan berkelanjutan bagi rakyat Palestina yang telah terlalu lama hidup dalam kepungan. (nun/avi)