Dua Puluh Lima Bayi Prematur Gaza Terjebak dalam Inkubator di Tengah Gempuran Israel
30 Sep 2025
0 Suka

Di tengah eskalasi konflik bersenjata yang melanda Gaza, situasi kemanusiaan kian memburuk dengan potret paling memilukan terlihat di ruang perawatan bayi.
Sedikitnya 25 bayi yang rapuh kini terjebak di dalam inkubator yang sewaktu-waktu bisa hancur akibat gempuran pasukan Israel yang terus merangsek maju dan menembaki fasilitas medis, termasuk Rumah Sakit Al-Helo.
Dilema tragis pun muncul, mempertahankan mereka di dalam fasilitas yang terancam, atau mengevakuasi melalui perjalanan maut tanpa jaminan keselamatan.
UNICEF, badan PBB yang berfokus pada isu anak-anak, memberikan peringatan keras. Kondisi tersebut digambarkan sebagai pertaruhan nyawa yang mengerikan.
Juru bicara UNICEF, Ricardo Pires, menyatakan bahwa memindahkan para bayi adalah satu-satunya opsi, tetapi risiko di sepanjang perjalanan sangat tinggi.
Proses evakuasi akan memakan waktu lama, di mana bayi-bayi itu hanya dilindungi selimut tipis, ditopang oleh tabung oksigen portabel serta kantong infus, dan harus menempuh jalur konflik yang rawan serangan.
Setiap meter langkah menghadirkan ancaman infeksi, turunnya suhu tubuh, maupun kehabisan pasokan medis vital. “Tidak ada tempat yang aman bagi mereka untuk pergi,” tegas Pires, dikutip dari Arabnews.
Di balik angka-angka statistik, terdapat kisah personal yang mencerminkan kedalaman tragedi ini. Salah satunya adalah bayi Narges, lahir prematur dari ibunya yang tewas ditembak di kepala.
Menurut Pires, ia sempat melihat langsung kondisi Narges bulan lalu, namun kini kontak dengan dokter dan keluarga bayi tersebut telah hilang sejak eskalasi serangan terbaru. Nasib Narges dan bayi-bayi lain menjadi tidak menentu.
Krisis semakin parah karena infrastruktur kesehatan Gaza telah lumpuh jauh sebelum serangan darat berlangsung. Kekurangan inkubator menjadi masalah kronis.
Pires menyaksikan langsung bagaimana empat bayi harus berbagi satu inkubator—kondisi yang tak sejalan dengan standar medis manapun. Upaya untuk menambah unit inkubator pun dilaporkan telah ditolak oleh pihak Israel, memperburuk situasi.
Fenomena bayi prematur yang terjebak di tengah pertempuran hanyalah sebagian kecil dari krisis kemanusiaan yang lebih luas. Ratusan ribu warga sipil telah terusir dari rumah mereka akibat serangan darat dan udara.
Sementara itu, konflik politik dan militer tetap berlanjut tanpa tanda-tanda kompromi. Israel menegaskan tidak akan menghentikan operasi sampai Hamas menyerah dan sandera dibebaskan. Sebaliknya, Hamas menuntut penghentian perang sebagai syarat pembebasan sandera.
Ketegangan politik ini semakin diperumit oleh desakan keluarga sandera di Israel yang meminta pemerintah memprioritaskan kesepakatan damai. Namun, hingga saat ini, posisi kedua belah pihak tetap kaku.
Di antara kebuntuan diplomasi dan manuver militer tersebut, nasib 25 bayi kecil dalam inkubator menjadi simbol nyata dari krisis kemanusiaan di Gaza—nyawa-nyawa rapuh yang bergantung pada keputusan politik dan kemauan dunia internasional untuk bertindak.
Mereka terus berjuang untuk setiap tarikan napas, terkurung dalam kotak kaca yang sewaktu-waktu bisa menjadi puing. Dalam keheningan ruang medis yang dilanda perang, bayi-bayi itu menjadi saksi bisu bahwa konflik ini bukan hanya soal strategi militer, melainkan soal kehidupan manusia yang paling rentan. (ain/avi)