Harapan Palestina Merdeka di PBB Dibayangi Serangan Tanpa Henti
14 Sep 2025
0 Suka

Lebih dari 6.000 warga Palestina di Gaza kembali terpaksa mengungsi akibat bombardir Israel yang terus berlangsung. Serangan udara dan artileri menghantam wilayah padat penduduk, sementara selebaran peringatan disebarkan agar warga melarikan diri dari kota yang dilanda kelaparan dan ketakutan.
Juru bicara Pertahanan Sipil Palestina Mahmoud Basal menyatakan kondisi masyarakat semakin memburuk di tengah pengepungan berkepanjangan.
“Jet tempur menjatuhkan bom setiap 10 hingga 15 menit di bangunan tempat tinggal dan fasilitas umum,” ujarnya.
Di tengah situasi kemanusiaan yang memburuk, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat, 12 September 2025, mengesahkan Deklarasi New York yang menegaskan komitmen terhadap pendirian negara Palestina merdeka.
Sebanyak 142 negara mendukung, 10 negara menolak, dan 12 lainnya memilih abstain. Deklarasi tersebut diprakarsai oleh Prancis dan Arab Saudi dengan tujuan mempercepat langkah-langkah konkret menuju solusi dua negara.
Dalam keterangan resminya, PBB menjelaskan bahwa deklarasi ini berupaya menghadirkan negara Palestina yang merdeka, berdaulat, layak secara ekonomi, serta demokratis, dengan visi hidup berdampingan secara damai dan aman bersama Israel.
“Deklarasi ini menetapkan satu peta jalan tunggal untuk menetapkan solusi dua negara,” ujar perwakilan Prancis yang mewakili juga suara Arab Saudi di forum tersebut.
Namun, dukungan mayoritas negara anggota PBB tidak diikuti dengan penerimaan bulat. Israel secara tegas menolak resolusi tersebut. Perwakilannya menyebut langkah PBB sebagai “sepihak” dan menilai proses ini sebagai “taktik prosedural dan penyalahgunaan Majelis”.
Dalam pernyataannya, Israel menuding resolusi itu hanya menguntungkan Hamas. “Kami tidak akan membiarkan Hamas menang di Majelis ini apa yang tidak bisa diraihnya pada 7 Oktober,” tegas perwakilan Israel.
Amerika Serikat turut berdiri di sisi Israel dengan menyebut deklarasi itu sebagai “hadiah bagi Hamas” dan dianggap merusak upaya diplomatik yang sedang berlangsung.
AS menyinggung kegagalan perundingan gencatan senjata selama musim panas sebagai bukti lemahnya pendekatan yang ditempuh.
Sementara Paraguay memilih tidak memberikan suara karena merasa tidak mendapatkan dukungan dari pihak yang terlibat, meski negara itu mengakui keberadaan Israel dan Palestina.
Deklarasi New York diharapkan menjadi momentum diplomasi baru, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan eskalasi kekerasan semakin meningkat. Hanya sehari setelah pengesahan deklarasi, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 62 orang di Gaza, menurut laporan Al-Jazeera.
Kekerasan terus berlanjut. Kantor berita Palestina WAFA melaporkan pada Minggu, 14 September 2025, bahwa sejumlah warga sipil terluka dalam serangan terhadap menara hunian di Kota Gaza. Pasukan Israel juga mengebom gedung di barat laut kota, sementara artileri menargetkan lingkungan Shuja'iyya di bagian timur.
Korban jiwa terus bertambah. Data terbaru menyebut sejak 7 Oktober 2023, jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel telah mencapai 65.000 orang, sementara 164.000 lainnya mengalami luka-luka.
Angka ini menambah urgensi bagi dunia internasional untuk menindaklanjuti deklarasi politik yang baru diadopsi agar tidak sekadar menjadi catatan diplomatik tanpa dampak nyata.