Gelombang Penangkapan dan Kekerasan Pendudukan Israel di Tepi Barat Kian Meluas
04 Dec 2025
0 Suka
Dalam lebih dari dua tahun terakhir, dinamika kekerasan di Tepi Barat yang diduduki memasuki fase yang semakin mengkhawatirkan. Berbagai laporan lembaga hak asasi manusia mencatat perluasan tindakan represif yang berdampak langsung pada kehidupan warga sipil. Di tengah situasi itu, pernyataan terbaru Klub Tahanan Palestina memberikan gambaran menyeluruh mengenai pola operasi militer yang berlangsung sejak perang di Gaza meletus kembali.
Pada bagian awal laporannya, Klub Tahanan Palestina menegaskan bahwa operasi yang digelar pasukan pendudukan Israel tidak semata-mata berupa penangkapan massal, tetapi mencakup pelanggaran serius yang mencederai prinsip hukum humaniter internasional.
Menurut lembaga tersebut, tindakan yang dikategorikan sebagai pembunuhan di luar hukum turut terjadi dalam rentetan operasi yang telah menghasilkan sekitar 21.000 penangkapan di Tepi Barat, termasuk Yerusalem. Pernyataan itu memperlihatkan bahwa ribuan keluarga kini hidup dalam situasi ketidakpastian mengenai keselamatan anggota keluarga mereka yang ditahan.
Organisasi tersebut juga mengungkapkan adanya dorongan legislasi baru di lingkungan otoritas pendudukan yang bertujuan mengesahkan aturan mengenai eksekusi terhadap tahanan Palestina. Usulan kebijakan ini memicu gelombang kritik dari berbagai organisasi hak asasi manusia internasional, yang menilai langkah tersebut berpotensi memperburuk kondisi para tahanan serta memperlebar lingkar kekerasan di wilayah pendudukan.
Perkembangan terbaru di lapangan turut memperlihatkan penerapan kebijakan yang menargetkan keluarga para tahanan. Pada Selasa pagi, pasukan Israel menghancurkan rumah dua orang tahanan di Nablus dan Aqaba.
Tindakan itu dikategorikan sebagai bentuk hukuman kolektif yang telah lama menjadi sorotan masyarakat internasional. Penargetan terhadap rumah dan harta benda warga sipil yang tidak terlibat langsung dalam operasi bersenjata dinilai memperdalam tekanan sosial bagi komunitas Palestina.
Laporan-laporan sebelumnya menunjukkan adanya pola eskalatif dalam operasi penangkapan. Dokumen Palestina yang dirilis pada Agustus lalu mencatat sekitar 18.500 warga Tepi Barat ditangkap sejak 7 Oktober 2023, ketika serangan di Jalur Gaza dimulai. Data tersebut menandai peningkatan intensitas operasi keamanan seiring eskalasi agresi militer di wilayah lainnya.
Hingga awal Agustus, organisasi hak-hak tahanan melaporkan bahwa sekitar 10.800 warga Palestina masih berada dalam tahanan otoritas pendudukan. Dari jumlah itu, 49 adalah perempuan dan 450 merupakan anak-anak. Angka-angka tersebut menunjukkan beban kemanusiaan yang sangat besar, terutama bagi keluarga yang menghadapi situasi psikologis berat akibat kehilangan anggota keluarga, serta bagi anak-anak yang menjalani masa kecil dalam situasi ketidakpastian.
Keseluruhan kondisi ini berlangsung di tengah gelombang kekerasan yang meningkat di Tepi Barat selama lebih dari dua tahun terakhir. Catatan resmi Palestina menyebut lebih dari 1.085 warga tewas dan hampir 11.000 lainnya mengalami luka-luka sejak awal agresi di Jalur Gaza.
Situasi tersebut menambah daftar panjang pelanggaran kemanusiaan yang terus menjadi perhatian global dan memicu desakan untuk penghentian tindakan represif yang menargetkan warga sipil. (nun/avi)