Peringatan Solidaritas Palestina Ingatkan Dunia atas Krisis Kemanusiaan
02 Dec 2025
0 Suka
Peringatan Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina pada 29 November kembali menghadirkan pengingat mendasar mengenai situasi kemanusiaan di wilayah pendudukan.
Di tengah meningkatnya korban dan memburuknya kondisi sosial di Gaza maupun Tepi Barat, komunitas internasional menegaskan kembali prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagai fondasi penyelesaian konflik.
Dalam momentum ini, Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres—melalui pernyataan yang disampaikan Chef de Cabinet PBB, Courtenay Rattray—menyampaikan seruan penting agar dunia kembali menegaskan satu kebenaran mendasar: masyarakat Palestina berhak atas martabat, keadilan, dan penentuan nasib sendiri.
Pernyataan tersebut menjadi garis pemikiran awal dalam peringatan tahun ini, terutama karena dua tahun terakhir memperlihatkan pelanggaran hak yang sangat serius.
“Namun dalam 2 tahun terakhir, hak-hak tersebut telah dilanggar di luar batas nalar. Gaza hancur luluh lantak. Kelaparan, penyakit, dan trauma merajalela,” ujar perwakilan Sekjen.
Ia menegaskan bahwa perempuan dan anak-anak menjadi kelompok paling terdampak, sementara fasilitas publik seperti sekolah, rumah, dan rumah sakit telah porak-poranda. Di Tepi Barat, masyarakat Palestina menghadapi operasi militer, kekerasan pemukim, perluasan permukiman, hingga penggusuran yang memperburuk situasi kemanusiaan.
Dalam penyampaiannya, Sekjen PBB juga menggarisbawahi kewajiban Israel sebagaimana termuat dalam Advisory Opinion Mahkamah Internasional. Salah satu poin yang ditekankan adalah keharusan membuka akses kemanusiaan berskala besar ke Gaza.
Ia kembali menegaskan bahwa kenegaraan Palestina merupakan hak, serta mendorong diakhirinya pendudukan yang tidak sah atas wilayah Palestina. “Dan untuk progress menuju solusi dua negara… dengan Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai dan aman,” ujarnya.
Sebelum pernyataan Sekjen PBB tersebut, Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, menyoroti urgensi solidaritas yang diwujudkan melalui tindakan nyata. Ia menjelaskan bahwa penderitaan pengungsi Palestina harus menjadi perhatian yang berkelanjutan demi tercapainya stabilitas kawasan.
Lazzarini menegaskan bahwa UNRWA merupakan bentuk komitmen komunitas internasional untuk mendukung pengungsi Palestina dalam kehidupan sehari-hari, sembari menantikan solusi politik yang adil dan berkelanjutan atas krisis pengungsian terpanjang di dunia.
Data Kementerian Kesehatan Palestina mencatat bahwa sejak 7 Oktober 2023 hingga momentum peringatan tahun ini, lebih dari 70.000 warga Palestina di Gaza telah tewas dan lebih dari 170.000 terluka.
Meski terdapat jeda gencatan senjata, serangan masih terus berlangsung. Sekjen PBB menyoroti pula meningkatnya jumlah jurnalis dan pekerja kemanusiaan yang tewas—tertinggi sejak Perang Dunia II—serta serangan terhadap warga yang sedang memanen zaitun di Tepi Barat.
Satu hari sebelum peringatan tersebut, insiden penembakan terhadap dua pria Palestina oleh polisi perbatasan Israel di Jenin kembali memicu kecaman. Kantor Hak Asasi Manusia PBB, OHCHR, menyebutnya sebagai eksekusi singkat yang nyata.
Juru bicara OHCHR, Jeremy Laurence, menjelaskan bahwa pasukan keamanan dan pemukim Israel telah membunuh 1.030 warga Palestina di Tepi Barat sejak 7 Oktober 2023, termasuk 233 anak-anak. Ia mengungkapkan bahwa lebih dari 1.600 serangan pemukim sepanjang tahun telah menyebabkan korban jiwa, kerusakan properti, atau keduanya. OHCHR menegaskan perlunya penghentian impunitas atas penggunaan kekuatan melanggar hukum di wilayah pendudukan.
Eskalasi kekerasan tersebut menarik perhatian global. Sejumlah negara Eropa—Prancis, Inggris, Jerman, dan Italia—mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam peningkatan serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Mereka memperingatkan bahwa kekerasan yang terus meluas mengancam stabilitas kawasan dan menghambat upaya perdamaian.
Para menteri luar negeri empat negara tersebut mendesak Israel memenuhi kewajiban hukum internasional untuk melindungi warga sipil Palestina, memastikan akuntabilitas, serta mengakhiri segala bentuk aneksasi dan praktik permukiman yang dinilai melanggar hukum internasional. Pernyataan bersama itu ditutup dengan penegasan dukungan terhadap solusi dua negara melalui jalur perundingan.
Dalam keseluruhan rangkaian peringatan Hari Solidaritas Internasional, komunitas global kembali diperhadapkan pada dimensi kemanusiaan dari konflik berkepanjangan ini.
Seruan PBB menekankan bahwa upaya menghadirkan keadilan bagi Palestina sejatinya merupakan bagian dari memperjuangkan keadilan universal. “Mari kita ubah harapan itu menjadi tindakan,” demikian penutup pernyataan Sekjen PBB. (nun/avi)