Hubungi Kami
Palestina Terkini

PBB Nyatakan Israel Lakukan Genosida, Tentara Sendiri Merasa “Hanya Tersisa Rasa Malu”

12 Nov 2025 0 Suka
 PBB Nyatakan Israel Lakukan Genosida, Tentara Sendiri Merasa “Hanya Tersisa Rasa Malu”
Selama dua tahun terakhir, konflik di Jalur Gaza telah menyisakan tragedi kemanusiaan yang memilukan. Ribuan nyawa warga sipil Palestina melayang akibat operasi militer besar-besaran Israel yang terus berlangsung sejak Oktober 2023. Dalam situasi yang menegangkan dan penuh ketegangan moral ini, muncul beragam kesaksian dari tentara Israel sendiri mengenai kebijakan dan tindakan di lapangan yang menimbulkan kontroversi global. Sebuah film dokumenter terbaru yang akan ditayangkan di Inggris melalui ITV menyingkap realitas gelap dari perang di Gaza dimana tentara pendudukan melakukan pelanggaran prinsip hukum perang, penembakan tanpa kontrol, hingga penghancuran besar-besaran yang meninggalkan Gaza nyaris tak berpenghuni. Salah satu suara yang membela kebijakan keras tersebut datang dari Rabi Avraham Zarbiv, tokoh zionis yang bertugas lebih dari 500 hari di wilayah Gaza. Ia menegaskan bahwa tindakan penghancuran rumah-rumah warga Palestina oleh tentara Israel adalah bagian dari strategi militer yang sah. “Semua yang ada di sana adalah satu infrastruktur teroris besar… Kami mengubah perilaku seluruh pasukan,” ujarnya. Pernyataan Zarbiv menunjukkan bagaimana justifikasi ideologis dan keagamaan yang digunakan sebagian kalangan di Israel untuk mendukung operasi penghancuran skala besar, yang dianggap sebagai langkah pembersihan terhadap ancaman keamanan dari kelompok bersenjata Palestina. Namun, kesaksian dari sejumlah tentara dan perwira yang terlibat langsung di medan perang menunjukkan sisi lain yang tidak kalah suram. Daniel, seorang komandan unit tank Israel, mengungkapkan bahwa perintah menembak warga sipil datang langsung dari perwira militer. “Jika Anda ingin menembak tanpa kendali, Anda bisa,” katanya dalam dokumenter tersebut. Ia menggambarkan bagaimana norma hukum dan prinsip moral militer runtuh dalam perang brutal yang menelan lebih dari 69.000 korban jiwa, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Kesaksian lain datang dari Kapten Yotam Vilk, perwira korps lapis baja, yang menyebutkan bahwa standar militer konvensional telah diabaikan sepenuhnya. Menurutnya, di Gaza tidak ada lagi kriteria “sarana, niat, dan kemampuan” sebelum melepaskan tembakan. “Itu hanya kecurigaan – seseorang berjalan di tempat yang tidak diizinkan,” ujarnya. Sementara seorang tentara lain, yang diidentifikasi sebagai Eli, menuturkan bahwa keputusan hidup dan mati di lapangan sepenuhnya bergantung pada hati nurani komandan, bukan prosedur hukum. Ia mengingat bagaimana seorang petugas memerintahkan penghancuran sebuah bangunan hanya karena melihat seseorang “menjemur cucian,” yang menyebabkan banyak korban jiwa. Film dokumenter tersebut juga menampilkan kesaksian seorang kontraktor bernama Sam yang bekerja di lokasi bantuan kemanusiaan Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Ia menyaksikan sendiri tentara Israel menembaki dua warga tak bersenjata yang berlari menuju titik distribusi makanan. “Mereka berlutut dan hanya melepaskan dua tembakan… dua kepala menoleh ke belakang dan jatuh begitu saja,” ungkapnya. Ia juga menggambarkan sebuah tank menghancurkan mobil biasa yang ditumpangi empat orang sipil. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sedikitnya 944 warga Palestina tewas di sekitar titik bantuan akibat tembakan tentara Israel. Selain kekerasan fisik, dokumenter itu juga menyoroti munculnya retorika ekstremis di kalangan masyarakat Israel. Narasi yang menggambarkan semua warga Palestina sebagai target sah pasca-peristiwa 7 Oktober menyebar luas, bahkan memengaruhi mentalitas para prajurit. “Anda mendengarnya sepanjang waktu, jadi Anda mulai mempercayainya,” kata Daniel. Penyelidikan Komisi PBB pada September 2025 menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan tindakan genosida di Gaza. Gencatan senjata akhirnya diberlakukan pada 10 Oktober, menandai akhir dari dua tahun bombardir tanpa henti. Dalam refleksi penutup, Daniel menuturkan perasaan kehilangan nilai moral sebagai tentara dan warga Israel. “Saya merasa mereka telah menghancurkan semua harga diri saya sebagai orang Israel, menjadi seorang perwira IDF. Yang tersisa hanyalah rasa malu,” katanya. (nun/avi)

Berita Terkait

 Antara Hidup dan Risiko Koma, Pasien Diabetes Gaza Terperangkap dalam Blokade
Palestina Terkini

Antara Hidup dan Risiko Koma, Pasien Diabetes Gaza Terperangkap dalam Blokade

Di tengah keruntuhan sistem kesehatan Gaza akibat serangan bertubi-tubi dan blokade yang semakin ket...

05 Dec 2025
0
Baca Selengkapnya
PBB Peringatkan Kehancuran Sistem Air Gaza Bisa Picu Ancaman Wabah Mematikan
Palestina Terkini

PBB Peringatkan Kehancuran Sistem Air Gaza Bisa Picu Ancaman Wabah Mematikan

Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kembali menjadi sorotan dunia seiring laporan terbaru dari sejumlah...

05 Dec 2025
0
Baca Selengkapnya
Gelombang Penangkapan dan Kekerasan Pendudukan Israel di Tepi Barat Kian Meluas
Palestina Terkini

Gelombang Penangkapan dan Kekerasan Pendudukan Israel di Tepi Barat Kian Meluas

Dalam lebih dari dua tahun terakhir, dinamika kekerasan di Tepi Barat yang diduduki memasuki fase ya...

04 Dec 2025
0
Baca Selengkapnya