Arab Saudi Tegaskan Normalisasi dengan Israel Hanya Jika Negara Palestina Terwujud
11 Nov 2025
0 Suka
Arab Saudi menegaskan kembali posisinya terkait isu normalisasi hubungan dengan Israel menjelang pertemuan antara Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang dijadwalkan berlangsung di Gedung Putih pada 18 November 2025.
Pemerintah Riyadh telah memberikan sinyal tidak akan menerima upaya bujuk atau tekanan politik apa pun untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel tanpa adanya langkah nyata menuju pembentukan negara Palestina yang merdeka.
Sikap ini disampaikan pejabat resmi Saudi sebagai respons atas pendekatan diplomatik Washington yang berupaya memperluas jaringan normalisasi Israel di kawasan Timur Tengah.
“Normalisasi hanya mungkin terjadi jika ada langkah nyata menuju pembentukan negara Palestina,” demikian penegasan Riyadh yang disiarkan sejumlah media internasional. Pernyataan itu menyiratkan bahwa isu Palestina tetap menjadi syarat utama yang tidak dapat dinegosiasikan dalam setiap pembahasan kerja sama strategis antara Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Garis kebijakan Saudi tersebut selaras dengan Inisiatif Perdamaian Arab 2002, yang menetapkan bahwa negara-negara Arab hanya akan membuka hubungan penuh dengan Israel apabila Tel Aviv mengakhiri pendudukan wilayah 1967 dan mengakui kedaulatan penuh Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Hingga 2025, inisiatif itu tetap menjadi acuan resmi Liga Arab dan basis diplomasi Saudi dalam isu Palestina-Israel.
Data terkini dari laporan PBB dan lembaga internasional menunjukkan tidak adanya kemajuan signifikan dalam proses perdamaian dua negara. Pada 2024–2025, situasi di Gaza dan Tepi Barat justru menunjukkan eskalasi kekerasan yang meningkat, termasuk perluasan pemukiman dan pembatasan ruang gerak warga Palestina. Kondisi ini memperkuat sikap Saudi untuk tidak bergerak menuju normalisasi tanpa perubahan kebijakan Israel.
Menjelang agenda pertemuan MBS dan Trump di Washington, beberapa analis mencatat bahwa posisi Saudi memiliki implikasi geopolitik penting bagi dinamika kawasan. Namun pernyataan resmi Riyadh menekankan bahwa kebijakan luar negerinya tetap berpegang pada prinsip dukungan terhadap hak-hak nasional Palestina. “Mereka menolak ide normalisasi hubungan dengan Israel tanpa kemajuan konkret menuju solusi dua negara,” sebagaimana tercatat dalam pernyataan tersebut.
Upaya Amerika Serikat untuk mendorong lebih banyak negara Arab mengikuti jejak Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan yang telah menandatangani Abraham Accords tidak secara otomatis mengubah sikap Saudi. Berbeda dengan negara-negara tersebut, Arab Saudi memegang posisi sentral dalam dunia Islam dan memiliki tanggung jawab strategis terhadap isu Al-Quds dan Palestina sebagai bagian dari mandat moral dan politik kawasan Arab.
Dalam beberapa tahun terakhir, komunikasi diplomatik antara Saudi dan AS berlangsung intensif, termasuk pembahasan normalisasi sebagai bagian dari paket kerja sama keamanan dan ekonomi. Namun, Riyadh tetap menegaskan bahwa setiap pembicaraan harus mencakup dimensi politik jangka panjang terkait penyelesaian konflik Palestina.
Pada 2025, Menteri Luar Negeri Saudi kembali menegaskan dalam forum internasional bahwa “solusi dua negara adalah dasar stabilitas regional dan syarat untuk setiap langkah diplomatik yang relevan.”
Dengan penegasan terbaru ini, Arab Saudi mengirimkan pesan jelas menjelang pertemuan tingkat tinggi di Washington: normalisasi tidak akan dilakukan tanpa kemajuan konkret menuju pembentukan negara Palestina. Sikap tersebut sekali lagi menempatkan Riyadh sebagai salah satu aktor kunci yang tetap mempertahankan pendekatan berbasis resolusi internasional terhadap konflik Palestina-Israel. (nun/avi)