Nilai Yudaisme Jadi Dasar Penolakan Kekerasan dan Pendudukan di Gaza
24 Oct 2025
0 Suka
Lebih dari 450 tokoh Yahudi terkemuka dunia menegaskan bahwa membela rakyat Palestina adalah bentuk nyata dari ajaran Yudaisme yang hakiki, bukan sikap kebencian terhadap bangsa sendiri.
Dalam surat terbuka yang dirilis menjelang pembahasan sanksi Uni Eropa terhadap Israel, mereka menolak keras stigmatisasi bahwa kritik terhadap pemerintah Israel identik dengan antisemitisme.
Koalisi ini terdiri dari sejumlah figur publik dunia seperti mantan ketua parlemen Israel Avraham Burg, sutradara peraih Oscar Jonathan Glazer, penulis Naomi Klein, dan komedian Eric Andre.
Mereka menyatakan keprihatinan mendalam atas tindakan Israel di Gaza yang, menurut bukti hukum internasional, memenuhi definisi genosida.
“Kami menundukkan kepala dalam kesedihan tak terukur,” tulis mereka, seraya menyerukan sanksi dan penghentian dukungan militer terhadap Israel.
Para tokoh ini menegaskan bahwa antisemitisme adalah kebencian terhadap orang Yahudi sebagai kelompok etnis atau agama, sementara kritik terhadap pemerintah Israel menyasar kebijakan politik yang dapat dinilai secara etis dan hukum, sama seperti kritik terhadap pemerintah mana pun. Dalam konteks ini, mereka menegaskan pentingnya membedakan antara kritik kebijakan dan ujaran kebencian.
“Banyak warga Israel sendiri, termasuk politisi dan jurnalis, mengkritik kebijakan pemerintah mereka,” tulis koalisi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pandangan terhadap kebijakan negara bukanlah penolakan terhadap identitas Yahudi.
Mereka menilai bahwa menyamakan kritik terhadap Israel dengan antisemitisme justru berpotensi membungkam suara moral yang menuntut keadilan dan melunturkan makna sejati antisemitisme itu sendiri.
Surat itu juga menyoroti nilai-nilai etika universal dalam Yudaisme seperti keadilan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Mereka mengutip ajaran para sage kuno: “Menghancurkan satu nyawa berarti menghancurkan seluruh dunia,” tanpa pengecualian bagi warga Palestina. Prinsip ini menjadi dasar moral bagi mereka untuk menyerukan penghentian kekerasan dan pendudukan.
Koalisi tersebut menyampaikan tiga tuntutan konkret kepada komunitas internasional: pertama, menghormati keputusan Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional; kedua, menghentikan penjualan senjata kepada Israel yang berpotensi digunakan untuk pelanggaran HAM; dan ketiga, membuka akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Jalur Gaza.
Mereka menyebut langkah-langkah itu sebagai kewajiban moral yang lahir dari kesadaran sejarah penderitaan bangsa Yahudi sendiri.
Situasi di Gaza, menurut laporan Kementerian Kesehatan setempat, telah menewaskan sedikitnya 65.000 orang dan melukai 167.000 lainnya sejak Oktober 2023. PBB memperkirakan 90 persen populasi Gaza kini hidup sebagai pengungsi.
Fakta-fakta tersebut, bagi para tokoh Yahudi itu, menegaskan urgensi penghentian kekerasan dan rekonstruksi jalan damai yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan universal.
Dalam penutup suratnya, mereka menegaskan komitmen untuk terus memperjuangkan bukan hanya gencatan senjata, tetapi juga pengakhiran pendudukan dan sistem apartheid.
Seruan itu, bagi mereka, merupakan bentuk tanggung jawab moral agar nilai-nilai pasca-Holocaust tidak dinodai oleh tindakan ketidakadilan terhadap bangsa lain. (nun/avi)